Malam itu Rio masih belum terlelap ia masih sibuk mempersipkan surat untuk Dinda besok.
“apapun yang terjadi besok, aku akan terima,, aku ingin ungkapin ini semua, mungkin ini satu-satunya cara agar Dinda mengerti perasaan aku,” gumam Rio dalam hati.
Dentang jam menunjukkan pukul 24.00,
mata Rio belum juga terpejam, ia masih memikirkan apa yang akan terjadi esok
hari. Rio mencoba untuk tidur tapi kejadian esok menghantui dirinya hingga
pukul 04.00 Rio belum tertidur.
Pagi sudah datang, ayam jago milik tetangga Rio berkokok dengan lantang membangunkan Rio yang baru saja terpejam. Dengan rasa malas, Rio beranjak dari ranjangnya dan bersiap berangkat sekolah.
Sesampai di sekolah, Rio berpapasan dengan Dinda dan genknya di lorong sekolah.
“ha…hai Dinda??’’ sapa Rio gugup, Dinda hanya menjawab dengan seutas senyum manis di bibirnya dan berlalu bersama teman-temannya.
“Dinda, apakah aku salah telah menyukai dirimu,, kau adalah gadis paling popular di sekolah ini, sementara aku….” Belum sempat menyelesaikan perkataannya dalam hati, tiba-tiba Sonia datang menepuk pundak Rio.
“hayoo,, liatin sapa tuu sampe nggak kedip dari tadi,, pasti liatin Dinda yaa,” geretak Sonia meledek Rio. Rio hanya tersipu malu mendengar perkataan Sonia, wajahnya memerah dan tangannya berkeringat dingin.
“sudahlah Rio, lupakan saja gadis itu, toh dia juga sudah punya pacar kan???” Sonia mencoba mengingatkan Rio.
“pacar??” Rio terkejut, karena setahu Rio, Dinda masih jomlo setelah putus dengan Edwin.
“kau tak tau, seminggu lalu tepatnya mereka jadian,, pasti kau tak membaca majalah hari ini kan, ini coba saja baca, Dinda berpacaran dengan Niko kakak kelas kita yang menjadi kapten club basket,” kata Sonia sembari menunjuk majalah yang di pegangnya.
“makasih, aku juga telah memikirkan ini berulang-ulang kok’’ jawab rio kecewa, seraya beranjak meninggalkan Sonia. Rio pun berjalan menuju kelasnya, sesampainya di kelas, ia hanya terdiam melamun di bangkunya. Tiba-tiba suara seorang gadis membuyarkan lamunannya, gadis itu adalah Dinda.
‘”permisi semua, ‘’ semua wajah tertuju pada arah suara itu.
“rionya ada kan??’’ lanjut Dinda. Seraya rio langsung berdiri dari bangkunya. (deg-deg-deg) degupan jantung rio menjadi lebih cepat, ia begitu gugup.
“hai rio,, ini ada tugas dari p.hardi untuk kelas mu(Dinda memberikan selembar kertas berisi tugas kepada rio).. hei, kenapa wajahmu pucat sekali, apa kau sakit (Dinda memegang dahi rio)’’
Rio sangat gugup, tubuhnya berkeringat, ia tak mampu berkata apa-apa, ia hanya bisa menatap mata Dinda.
“ya sudahlah, kalo kamu nggak mau jawab, aku balik ke kelas dulu ya..??”
“di… dinda ,??"
“ya, ada apa??’’
“apa nanti jam istirahat kau bisa menemuiku di taman belakang??” pinta rio pada dinda.
“tentu,, aku bisa kok’’ jawab dinda enteng.
(huuufft) rio mencoba menghela nafas, ia mencoba menenangkan hatinya.
Bel istirahat pun berbunyi, rio bergegas keluar kelas menuju taman belakang, sesampai di sana, rio harus menunggu dinda hingga 15 menit lebih.
“kenapa dinda belum datang, apa ia lupa??” gumam rio lirih, tak berapa lama dinda pun datang. Ia menghampiri rio yang sedari tadi duduk di bangku taman.
“dinda??” rio serentak berdiri dari bangku itu.
“iya, maaf ya aku terlambat tadi aku masih….” Belum menyelesaikan perkataannya, rio sudah memotong kata-kata dinda.
“aku ingin memberikan ini” potong rio seraya memberikan sehelai surat untuk dinda.
“apa isi surat ini rio,??” Tanya dinda,
“baca saja” jawab rio menahan semua kegelisahannya. Namun, bukannya dibaca tapi dinda malah membuang surat itu.
“untuk apa aku baca surat ini, sementara penulisnya ada di hadapanku, langsung saja kau katakan rio??” paksa dinda pada rio. Rio tak memikirkan hal ini sebelumnya, saat dinda berkata seperti itu, tubuh rio serasa tersentak. Dia yang awalnya tenang-tenang saja, kini menjadi sangat gugup. Bibirnya sulit tuk berucap, ia hanya tertunduk dan terdiam beberapa saat.
“aku,, aku ingin bicara sesuatu pada mu din” rio mulai berkata dengan menahan semua rasa gugupnya.
“katakan saja, aku akan mendengarkannya” jawab dinda seraya tersenyum manis.
“dinda, sebenernya sejak pertama kita ketemu aku udah menyimpan perasaan ke kamu, tapi aku nggak berani ungkapinnya, aku tau aku nggak pantas untuk kamu, aku hanya anak biasa sedangkan kamu adalah gadis paling diidolakan di sekolah ini, aku juga udah pikirin ini mateng-mateng, aku nggak bisa terus memendam perasaanku din, aku sayang sama kamu, aku selalu mencoba jadi yang lebih baik agar kau selalu menatapku dan tersenyum padaku, hingga sekarang aku jadi seperti ini itu karena kamu” ungkap rio.
“rio, kau juga pasti tau kan,, aku sekarang telah punya pacar, terimakasih kau sudah mau menyayangi aku, tapi sungguh aku minta maaf aku nggak bisa balas semua itu” jawab dinda dengan lembut seraya mengangkat dagu rio yang sejak tadi tertunduk.
“aku minta maaf, aku sudah salah, aku memang tak pantas mencintai kamu” kata rio seraya meninggalkan dinda. Dinda merasa bersalah pada rio, dia mencoba memanggil rio tapi, rio tak menghiraukannya.
Dinda pun berjalan perlahan ke kelasnya, tapi kerumunan siswi menghentikan langkahnya. Para siswi itu membicarakannya, mereka berbisik-bisik satu sama lain, tapi dinda hanya melirik sebentar dan melanjutkan langkahnya. Ketika ia melewati kelas XI- IPA dia melihat rio yang sedang tertunduk di bangkunya. Dinda ingin masuk tapi guru sudah datang, ia pun bergegas masuk kelasnya yang berjarak 2 kelas dari kelas rio.
Bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini pun berbunyi, lautan putih abu pun bergegas keluar kelas namun mereka tak langsung pulang karena hari itu hujan deras, mereka pun harus menunggu hingga hujan reda meski beberapa anak nekat untuk pulang. Dinda dan rio keluar kelas masing-masing secara bersamaan. Dinda menghampiri teman-temannya di depan kelas. Tiba-tiba niko menghampiri dinda bersamaan dengan rio. Mereka berdua membukakan payung dan ingin mengantarkan dinda pulang. Tentu saja dinda lebih memilih diantar oleh niko kekasihnya. Dari kejauhan dinda masih melihat rio yang terlihat sangat sedih.
“rio, maafin aku ya,, aku nggak bermaksud nyakitin kamu, semoga kamu bisa ngerti” kata dinda dlam hati kecilnya. Niko membukakan pintu mobil untuk dinda, dan niko pun bergegas masuk mobil. Dari kaca mobil dinda melihat rio yang nekat hujan-hujan, rio membuang payungnya dan berjalan dengan penuh penyesalan. Dinda hanya bisa melihat rio dari mobil, tanpa terasa, dinda meneteskan air matanya untuk rio.
Keesokan harinya rio sakit dan tak bisa bersekolah. Dinda tak mengetahui hal itu. Hingga 5 hari pun berlalu, rio masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Dinda yang baru mendengar hal tersebut merasa cemas, pulang sekolah ia pun langsung bergegas menuju rumah rio.
Di sana dinda melihat rio dengan wajah pucat pasi dan terbaring sangat lemah.
“semakin hari, keadaan rio semakin memburuk nak, rio tak mau makan bahkan minum obat saja tak mau, ibu bingung harus bagaimana membujuk rio.” Kata ibu rio.
“tante, apakah siang ini rio sudah makan??” Tanya dinda.
“belum nak, ibu sudah memaksanya tapi dia tak mau membuka mulutnya” jawab ibu rio.
“biar saya yang membujuknya” serentak dinda mengatakan itu tanpa piker panjang.
“rio, kenapa kau menyiksa dirimu seperti ini,??” Tanya dinda seraya memegang tangan rio lembut.
“untuk apa kau kemari din, aku tak pantas untuk kau jenguk, aku sudah tak ada gunanya din, sudahlah cepatlah pulang,” pinta rio serentak melepaskan tangan dinda. Tak berapa lama ibu rio datang membawakan sepiring nasi untuk rio. Dinda langsung berdiri dan mengambil piring itu. Dinda mencoba membujuk rio untuk makan namun rio malah membanting piring berisi nasi itu.
“riio, kau kenapa, kenapa kau seperti ini padaku??’’ Tanya dinda dengan mata berkaca-kaca.
“aku nggak ingin melihat kamu lagi, pergilah dari rumah ini, dan jangan menginjakkan kakimu di sini lagi.’’ Rio membentak dinda.
“jadi kau mengusirku, apa seperti ini rio yang aku kenal, kenapa kau berubah begitu cepat, kalau kau membenciku, bukan seperti ini caranya. Bukan dengan menyakiti dirimu sendiri, kau yang selalu menyemangatiku kenapa sekarang kau kehilangan semangat, kau bukanlah rio yang dulu.” Kata dinda seraya melangkahkan kaki meninggalkan rio yang masih terdiam.
Rio hanya terdiam di atas tempat tidurnya. Keesokan harinya rio memaksakan diri untuk bersekolah, dengan tubuh tertatih-tatih rio berjalan menuju lorong sekolah. Sesampai di kelas, rio di sambut hangat oleh teman-temannya.
“hei rio, kau masih hidup ternyata hahaha,,,!!!” ledek andy teman sebangku rio. Rio hanya tersenyum tipis mendengar ledekan teman-temannya.
“tentu saja rio masih hidup, ia kan masih ingin bertemu wanita pujaannya, makanya hari ini dia bersekolah” sahut ricky,
“hoho,, siapa gadis itu,, setauku rio tak pernah dekat dengan gadis lain selain Sonia” andy terheran.
“rio, apakah kau tak mau menjawabnya sendiri??” seru ricky meledek temannya itu.
“sudahlah, aku tak mau membahasnya, aku ingin sendiri” rio seraya pergi meninggalkan teman-temannya itu. Rio beranjak pergi dari kelasnya, tanpa sengaja rio menabrak seorang gadis, buku gadis itu berhamburan di lantai teras.
“maaf. Maafin aku, aku nggak sengaja” rio meminta maaf kepada gadis itu sambil membantunya merapikan buku-bukunya. Ternyata gadis itu adalah dinda, rio langsung menundukkan kepalanya, dan bergegas meninggalkan dinda.
“rio tunggu” panggil dinda.
“ada a..apa.. di..dinda??” Tanya rio terpatah-patah.
“untukmu” dinda memberikan secarik kertas untuk rio. Rio segera menerima kertas itu dan pergi begitu saja.
Di taman rio membaca surat itu.
Pagi sudah datang, ayam jago milik tetangga Rio berkokok dengan lantang membangunkan Rio yang baru saja terpejam. Dengan rasa malas, Rio beranjak dari ranjangnya dan bersiap berangkat sekolah.
Sesampai di sekolah, Rio berpapasan dengan Dinda dan genknya di lorong sekolah.
“ha…hai Dinda??’’ sapa Rio gugup, Dinda hanya menjawab dengan seutas senyum manis di bibirnya dan berlalu bersama teman-temannya.
“Dinda, apakah aku salah telah menyukai dirimu,, kau adalah gadis paling popular di sekolah ini, sementara aku….” Belum sempat menyelesaikan perkataannya dalam hati, tiba-tiba Sonia datang menepuk pundak Rio.
“hayoo,, liatin sapa tuu sampe nggak kedip dari tadi,, pasti liatin Dinda yaa,” geretak Sonia meledek Rio. Rio hanya tersipu malu mendengar perkataan Sonia, wajahnya memerah dan tangannya berkeringat dingin.
“sudahlah Rio, lupakan saja gadis itu, toh dia juga sudah punya pacar kan???” Sonia mencoba mengingatkan Rio.
“pacar??” Rio terkejut, karena setahu Rio, Dinda masih jomlo setelah putus dengan Edwin.
“kau tak tau, seminggu lalu tepatnya mereka jadian,, pasti kau tak membaca majalah hari ini kan, ini coba saja baca, Dinda berpacaran dengan Niko kakak kelas kita yang menjadi kapten club basket,” kata Sonia sembari menunjuk majalah yang di pegangnya.
“makasih, aku juga telah memikirkan ini berulang-ulang kok’’ jawab rio kecewa, seraya beranjak meninggalkan Sonia. Rio pun berjalan menuju kelasnya, sesampainya di kelas, ia hanya terdiam melamun di bangkunya. Tiba-tiba suara seorang gadis membuyarkan lamunannya, gadis itu adalah Dinda.
‘”permisi semua, ‘’ semua wajah tertuju pada arah suara itu.
“rionya ada kan??’’ lanjut Dinda. Seraya rio langsung berdiri dari bangkunya. (deg-deg-deg) degupan jantung rio menjadi lebih cepat, ia begitu gugup.
“hai rio,, ini ada tugas dari p.hardi untuk kelas mu(Dinda memberikan selembar kertas berisi tugas kepada rio).. hei, kenapa wajahmu pucat sekali, apa kau sakit (Dinda memegang dahi rio)’’
Rio sangat gugup, tubuhnya berkeringat, ia tak mampu berkata apa-apa, ia hanya bisa menatap mata Dinda.
“ya sudahlah, kalo kamu nggak mau jawab, aku balik ke kelas dulu ya..??”
“di… dinda ,??"
“ya, ada apa??’’
“apa nanti jam istirahat kau bisa menemuiku di taman belakang??” pinta rio pada dinda.
“tentu,, aku bisa kok’’ jawab dinda enteng.
(huuufft) rio mencoba menghela nafas, ia mencoba menenangkan hatinya.
Bel istirahat pun berbunyi, rio bergegas keluar kelas menuju taman belakang, sesampai di sana, rio harus menunggu dinda hingga 15 menit lebih.
“kenapa dinda belum datang, apa ia lupa??” gumam rio lirih, tak berapa lama dinda pun datang. Ia menghampiri rio yang sedari tadi duduk di bangku taman.
“dinda??” rio serentak berdiri dari bangku itu.
“iya, maaf ya aku terlambat tadi aku masih….” Belum menyelesaikan perkataannya, rio sudah memotong kata-kata dinda.
“aku ingin memberikan ini” potong rio seraya memberikan sehelai surat untuk dinda.
“apa isi surat ini rio,??” Tanya dinda,
“baca saja” jawab rio menahan semua kegelisahannya. Namun, bukannya dibaca tapi dinda malah membuang surat itu.
“untuk apa aku baca surat ini, sementara penulisnya ada di hadapanku, langsung saja kau katakan rio??” paksa dinda pada rio. Rio tak memikirkan hal ini sebelumnya, saat dinda berkata seperti itu, tubuh rio serasa tersentak. Dia yang awalnya tenang-tenang saja, kini menjadi sangat gugup. Bibirnya sulit tuk berucap, ia hanya tertunduk dan terdiam beberapa saat.
“aku,, aku ingin bicara sesuatu pada mu din” rio mulai berkata dengan menahan semua rasa gugupnya.
“katakan saja, aku akan mendengarkannya” jawab dinda seraya tersenyum manis.
“dinda, sebenernya sejak pertama kita ketemu aku udah menyimpan perasaan ke kamu, tapi aku nggak berani ungkapinnya, aku tau aku nggak pantas untuk kamu, aku hanya anak biasa sedangkan kamu adalah gadis paling diidolakan di sekolah ini, aku juga udah pikirin ini mateng-mateng, aku nggak bisa terus memendam perasaanku din, aku sayang sama kamu, aku selalu mencoba jadi yang lebih baik agar kau selalu menatapku dan tersenyum padaku, hingga sekarang aku jadi seperti ini itu karena kamu” ungkap rio.
“rio, kau juga pasti tau kan,, aku sekarang telah punya pacar, terimakasih kau sudah mau menyayangi aku, tapi sungguh aku minta maaf aku nggak bisa balas semua itu” jawab dinda dengan lembut seraya mengangkat dagu rio yang sejak tadi tertunduk.
“aku minta maaf, aku sudah salah, aku memang tak pantas mencintai kamu” kata rio seraya meninggalkan dinda. Dinda merasa bersalah pada rio, dia mencoba memanggil rio tapi, rio tak menghiraukannya.
Dinda pun berjalan perlahan ke kelasnya, tapi kerumunan siswi menghentikan langkahnya. Para siswi itu membicarakannya, mereka berbisik-bisik satu sama lain, tapi dinda hanya melirik sebentar dan melanjutkan langkahnya. Ketika ia melewati kelas XI- IPA dia melihat rio yang sedang tertunduk di bangkunya. Dinda ingin masuk tapi guru sudah datang, ia pun bergegas masuk kelasnya yang berjarak 2 kelas dari kelas rio.
Bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini pun berbunyi, lautan putih abu pun bergegas keluar kelas namun mereka tak langsung pulang karena hari itu hujan deras, mereka pun harus menunggu hingga hujan reda meski beberapa anak nekat untuk pulang. Dinda dan rio keluar kelas masing-masing secara bersamaan. Dinda menghampiri teman-temannya di depan kelas. Tiba-tiba niko menghampiri dinda bersamaan dengan rio. Mereka berdua membukakan payung dan ingin mengantarkan dinda pulang. Tentu saja dinda lebih memilih diantar oleh niko kekasihnya. Dari kejauhan dinda masih melihat rio yang terlihat sangat sedih.
“rio, maafin aku ya,, aku nggak bermaksud nyakitin kamu, semoga kamu bisa ngerti” kata dinda dlam hati kecilnya. Niko membukakan pintu mobil untuk dinda, dan niko pun bergegas masuk mobil. Dari kaca mobil dinda melihat rio yang nekat hujan-hujan, rio membuang payungnya dan berjalan dengan penuh penyesalan. Dinda hanya bisa melihat rio dari mobil, tanpa terasa, dinda meneteskan air matanya untuk rio.
Keesokan harinya rio sakit dan tak bisa bersekolah. Dinda tak mengetahui hal itu. Hingga 5 hari pun berlalu, rio masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Dinda yang baru mendengar hal tersebut merasa cemas, pulang sekolah ia pun langsung bergegas menuju rumah rio.
Di sana dinda melihat rio dengan wajah pucat pasi dan terbaring sangat lemah.
“semakin hari, keadaan rio semakin memburuk nak, rio tak mau makan bahkan minum obat saja tak mau, ibu bingung harus bagaimana membujuk rio.” Kata ibu rio.
“tante, apakah siang ini rio sudah makan??” Tanya dinda.
“belum nak, ibu sudah memaksanya tapi dia tak mau membuka mulutnya” jawab ibu rio.
“biar saya yang membujuknya” serentak dinda mengatakan itu tanpa piker panjang.
“rio, kenapa kau menyiksa dirimu seperti ini,??” Tanya dinda seraya memegang tangan rio lembut.
“untuk apa kau kemari din, aku tak pantas untuk kau jenguk, aku sudah tak ada gunanya din, sudahlah cepatlah pulang,” pinta rio serentak melepaskan tangan dinda. Tak berapa lama ibu rio datang membawakan sepiring nasi untuk rio. Dinda langsung berdiri dan mengambil piring itu. Dinda mencoba membujuk rio untuk makan namun rio malah membanting piring berisi nasi itu.
“riio, kau kenapa, kenapa kau seperti ini padaku??’’ Tanya dinda dengan mata berkaca-kaca.
“aku nggak ingin melihat kamu lagi, pergilah dari rumah ini, dan jangan menginjakkan kakimu di sini lagi.’’ Rio membentak dinda.
“jadi kau mengusirku, apa seperti ini rio yang aku kenal, kenapa kau berubah begitu cepat, kalau kau membenciku, bukan seperti ini caranya. Bukan dengan menyakiti dirimu sendiri, kau yang selalu menyemangatiku kenapa sekarang kau kehilangan semangat, kau bukanlah rio yang dulu.” Kata dinda seraya melangkahkan kaki meninggalkan rio yang masih terdiam.
Rio hanya terdiam di atas tempat tidurnya. Keesokan harinya rio memaksakan diri untuk bersekolah, dengan tubuh tertatih-tatih rio berjalan menuju lorong sekolah. Sesampai di kelas, rio di sambut hangat oleh teman-temannya.
“hei rio, kau masih hidup ternyata hahaha,,,!!!” ledek andy teman sebangku rio. Rio hanya tersenyum tipis mendengar ledekan teman-temannya.
“tentu saja rio masih hidup, ia kan masih ingin bertemu wanita pujaannya, makanya hari ini dia bersekolah” sahut ricky,
“hoho,, siapa gadis itu,, setauku rio tak pernah dekat dengan gadis lain selain Sonia” andy terheran.
“rio, apakah kau tak mau menjawabnya sendiri??” seru ricky meledek temannya itu.
“sudahlah, aku tak mau membahasnya, aku ingin sendiri” rio seraya pergi meninggalkan teman-temannya itu. Rio beranjak pergi dari kelasnya, tanpa sengaja rio menabrak seorang gadis, buku gadis itu berhamburan di lantai teras.
“maaf. Maafin aku, aku nggak sengaja” rio meminta maaf kepada gadis itu sambil membantunya merapikan buku-bukunya. Ternyata gadis itu adalah dinda, rio langsung menundukkan kepalanya, dan bergegas meninggalkan dinda.
“rio tunggu” panggil dinda.
“ada a..apa.. di..dinda??” Tanya rio terpatah-patah.
“untukmu” dinda memberikan secarik kertas untuk rio. Rio segera menerima kertas itu dan pergi begitu saja.
Di taman rio membaca surat itu.
Dear rio,
Aku minta maaf,
mungkin aku sudah menyakiti hati kamu. Tapi sungguh aku tak bermaksud
mempermainkan perasaan kamu. Ketahuilah, sekarang aku telah berpisah sama niko.
Dan orang tuaku akan membawaku pergi ke amerika untuk melanjutkan study ku
bersama kakak ku. Kamu nggak pernah bersalah kok rio, semua perasaanmu ke aku
itu tidak bersalah. Tapi akulah yang bersalah karena tak dapat membalas rasa
sayangmu padaku. Mungkin hari ini adalah terakhir kita bertemu. Sebenernya aku
tak ingin pergi, tapi tempat ini memberiku banyak kenangan buruk.
Rio jika nanti kau
menyukai seoarang gadis lagi, jangan pernah bertindak konyol seperti ini. Aku
nggak akan lupain kamu, karena kamu adalah sosok cowok yang bisa membuatku
tersenyum.
Dinda,
Setelah membaca surat tersebut, rio langsung beranjak dan berlari menuju kelas dinda. Sesampai di kelas dinda, rio memeluk dinda erat sekali.
“dinda, jangan tinggalin aku, aku mohon” pinta rio dengan tulus.
“rio apa-apaan sih kamu, malu tauk” jawab dinda seraya melepas pelukan rio. Tapi rio masih tetap saja memohon pada dinda, ia berlutut di depan dinda. Rio meneteskan air matanya, dinda pun ikut menangis.
“rio, jangan kau seperti ini, aku tak bisa menuruti kamu. Aku nggak bisa terus di sini, aku harus pergi hari ini juga. Jangan memberatkan aku rio, please” kata dinda seraya membantu rio berdiri.
‘’dinda, aku nggak tau tapi aku nggak bisa maksa kamu buat sayang sama aku, pergilah dinda, mungkin aku nggak pantas bersanding denganmu. Dan sekali lagi, jangan salahkan dirimu sendiri, karena aku yang salah karena telah mencintamu” rio mencoba melapangkan hatinya menerima kepergian gadis yang selama ini dicintainya. Dinda hanya menatap rio dengan seutas senyum manis seperti biasanya.
Tak lama kemudian ayah dinda datang untuk menjemput dinda. Dinda pun segera bergegas untuk berangkat ke amerika. Dinda juga berpamitan kepada rio, dinda mencium dahi rio sebagai tanda perpisahan.
“aku akan kembali” bisik dinda lembut. Rio hanya diam terpaku, ia tak mampu menahan semua perasaannya. Akhirnya dinda pun beranjak dan pergi meninggalkan rio. Tiada sepatah kata dari rio untuk dinda. Rio mencoba sabar menghadapinya.
1 tahun kemudian, rio menjadi anak yang prestasinya menonjol, akhirnya rio mengikuti pertukaran pelajar di amerika selama setengah tahun. Tanpa disadari di sebuah toko buku, rio bertemu dengan dinda saat ia ingin mengambil sebuah buku, tangan mereka secara bersamaan meraih buku itu.
“dinda??... kau dinda kan??” rio terheran.
“rio,?? Kok kamu bisa di sini??” dinda lun juga terheran.
“iya aku ikut pertukaran pelajar selama setengah tahun,, hey bagaimana kabarmu, kau sehatkan” Tanya rio.
“ya seperti yang kau lihat ini”
“dinda, soal perasaanku dulu, aku sudah mulai bisa menepiskannya. Aku sadar cinta emang nggak harus memiliki, benarkan din..??”
“yaa, bener banget,, tumben kamu nyadar” ledek dinda. Mereka pun tertawa bersamaan.
Akhirnya mereka pun bersahabat, menjadi sahabat yang sangat akrab. Rio telah mengubur dalam-dalam perasaannya karena ia tahu kalo sampai kapanpun dinda nggak akan bisa sayang padanya, seperti ia menyayangi dinda. Satu hal yang menjadi pelajaran untuk rio, bahwa cinta itu tak bisa dipaksakan, dan tak harus memiliki.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar